|
Sekadar perkongsian sesama insan untuk takzirah diri. Artikel didalam ini banyak yang di salin dari tempat lain. Sedapat mungkin, saya akan salin sekali penulis yang menulis artikel berkenaan.
Friday, 9 September 2016
DAGING KURBAN UNTUK ORANG KAFIR
DAGING KURBAN UNTUK ORANG KAFIR
Lajnah Da’imah ketika ditanya masalah ini menjawab [1]: Boleh memberikan daging kurban untuk orang kafir mu’ahid (orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin) dan tawanan yang masih kafir, baik karena mereka miskin, kerabat, tetangga, atau sekedar melunakkan hati mereka, karena ibadah kurban itu intinya adalah menyembelihnya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan ibadah kepada-Nya.
Adapun dagingnya, maka yang paling afdhal adalah dimakan pemiliknya sepertiga, diberikan kepada kerabat, tetangga dan sahabatnya sepertiga, kemudian disedekahkan buat fakir miskin sepertiga.
Seandainya pembagiannya tidak rata, atau sebagian yang lain merasa cukup (sehingga yang lain tidak mendapatkan daging kurban) maka tidak mengapa ; di dalam permasalahan ini ada keluasan. Akan tetapi , daging kurban tidak boleh diberikan kepada orang kafir harbi (yang memerangi Islam) karena yang wajib (bagi orang Islam) adalah menghinakan dan melemahkan mereka, bukan menelongnya atau menguatkan mereka dengan pemberian (sedekah) ; demikian pula hukumnya sama dalam sedekah yang bersifat sunnah, sebagaimana keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ﴿٨﴾إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka yang tidak memerangimu karena agama (mu) dan yang tidak mengusirmu dari tempatmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Allah hanya melarang kamu untuk menjadikan mereka yang memerangimu, mengusirmu dari tempatmu, dan membantu orang lain mengusirmu sebagai kawanmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka adalah orang-orang yang zalim. [al-Mumtahanah/60: 8-9]
Dan juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh Asma binti Abi Bakar Radhiyallahu anhuma untuk selalu menyambunga (silaturahmi) dengan ibunya dengan memberinya harta, padahal ibunya masih musyrik saat masih dalam perjanjian damai [2]
HUKUM MEWAKILKAN KURBAN
Pemilik binatang kurban menyembelih sendiri sembelihannya jika ia mampu, itulah salah satu yang disunnahkan dalam berkurban sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkurban.
Pemilik binatang kurban menyembelih sendiri sembelihannya jika ia mampu, itulah salah satu yang disunnahkan dalam berkurban sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkurban.
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu menerangkan.
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَجَحَهُمَا بِيَدِهِ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor domba yang bagus lagi bertanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan tangannya. [HR al-Bukhari 5139 dan Muslim 3635]
Akan tetapi, jika ada keperluan maka boleh mewakilkan kepada orang lain [3]. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mewakilkan sembelihannya kepada sahabatnya. Dalam sebuah hadits yang panjang tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggiring unta-untanya menuju Makkah untuk disembelih.
Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhuma mengatakan :
فَنَحَرَ ثَلاَثًا وَسَتَّيْنَ بِيَدِهِ ثُمَّ أَعْطَى عَلِيَّا فَنَحَرَمَا غَبَرَ
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangannya sendiri 63 ekor (dari 100 ekor untanya), kemudian menyerahkan sisanya kepada Ali Radhiyallahu anhu untuk disembelih. [HR Muslim 2137]
Demikianlah, bagi pemilik hewan kurban jika punya udzur seperti sakit, lemah karena tua, tidak mengetahui cara menyembelih, orang buta dan kaum wanita, maka boleh mewakilkannya kepada orang lain, bahkan lebih utama.
DAGING KURBAN DIBAGIKAN SETELAH DIMASAK
Lajnah Da’imah pernah ditanya tentang kurban dan pembagiannya, maka jawabnya [4] : Berkurban hukumnya sunnah kifayah, dan ulama ada yang mengatakan wajib ‘ain. Adapun masalah pembagiannya dimasak atau tidak dimasak, maka ada keluasan didalamnya, yang penting (pemiliknya memakan sebagiannya, dihadiahkan sebagiannya dan disedekahkan sebagiannya).
Lajnah Da’imah pernah ditanya tentang kurban dan pembagiannya, maka jawabnya [4] : Berkurban hukumnya sunnah kifayah, dan ulama ada yang mengatakan wajib ‘ain. Adapun masalah pembagiannya dimasak atau tidak dimasak, maka ada keluasan didalamnya, yang penting (pemiliknya memakan sebagiannya, dihadiahkan sebagiannya dan disedekahkan sebagiannya).
MENGUSAPKAN DARAH SEMBELIHAN KE BADAN BINATANG
Ada sebuah kebiasaan yang sering dilakukan oleh para penyembelih binatang kurban, yaitu setelah menyembelih leher binatang dengan pisau, lalu pisau yang berlumuran darah itu diusapkan ke badan hewan yang telah disembelih.
Ada sebuah kebiasaan yang sering dilakukan oleh para penyembelih binatang kurban, yaitu setelah menyembelih leher binatang dengan pisau, lalu pisau yang berlumuran darah itu diusapkan ke badan hewan yang telah disembelih.
Jika yang dilakukan itu hanya kebiasaan semata, atau dilakukan dengan maksud membersihkan darah bekas sembelihan yang ada pada pisau, maka tidak ada masalah. Akan tetapi, jika ada suatu keyakinan yang mendasari perbuatan ini, dan menganggap perbuatan ini lebih baik daripada ditinggalkan, atau meyakini ini termasuk sunnah, maka perbuatan ini menjadi bid’ah dalam agama.
Lajnah Daimah ditanya hukum mengusapkan darah ke badan hewan dengan keyakinan bahwa ini adalah perbuatan para sahabat Nabi Ibrahim Alaihissallam, maka Lajah menjawab : Mengusapkan darah ke badan hewan sembelihan, kami tidak mengetahui seorang pun dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melakukannya. Ini adalah termasuk bid’ah sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dalilnya maka perbuatan itu terolak. Dan dalam suatu riwayat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa berbuat bid’ah dalam agama ini yang tidak termasuk darinya, maka amalan itu tertolak. [HR al-Bukhari dan Muslim][5]
KURBAN ONLINE
Kurban online adalah berkurban dengan cara mentransfer sejumlah uang sesuai dengan harga binatang kurban yang telah disepakati kepada lembaga sosial atau yang semisalnya, lalu lembaga tersebut membelikan hewan kurban, menyembelih pada waktunya dan membagikan dagingnya. Kurban semacam ini tidak jauh berbeda dengan kurban di negeri lain yang lebih membutuhkan.
Kurban online adalah berkurban dengan cara mentransfer sejumlah uang sesuai dengan harga binatang kurban yang telah disepakati kepada lembaga sosial atau yang semisalnya, lalu lembaga tersebut membelikan hewan kurban, menyembelih pada waktunya dan membagikan dagingnya. Kurban semacam ini tidak jauh berbeda dengan kurban di negeri lain yang lebih membutuhkan.
Kita katakan : Hukum asalnya berkurban dilakukan dengan tangannya sendiri di negerinya sendiri, sebagian daging kurbannya dia makan, dan sebagian lainnya diberikan kepada kaum muslimin dan tidak berkurban secara online. Akan tetapi, dibolehkan kurban dengan cara online ketika ada kebutuhan yang mendesak, selagi lembaga tersebut benar-benar terpercaya, dan melaksanakan ibadah kurban sesuai aturan. Wallahu a’lam
[Disalin secara ringkas dari Kontemporer Ibadah Kurban penyusun Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM, Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun Ketigabelas Dzulqadah 1434H, Diterbitkan oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon al-Islami, Alamat Ma’had al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153, Telp. 031-3940347]
_______
Footnote
[1]. Fatawa Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta. No. 1997, ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua dan Abdullah bin Qu’uds serta Abdullah bin Ghadiyah keduanya sebagai anggota.
[2]. HR al-Bukhari 4/126 no. 3183
[3]. Lihat Fiqhus Sunnah, as-Sayyid Sabiq, cet Maktabah as-Rusyd 1422H
[4]. Fatwa Lajnah Daimah 11/394, fatwa no. 9563, ditandatangani oleh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua dan Abdurrazzaq Afifi sebagai wakilnya, serta Abdullah bin Ghadiyan sebagai anggota.
[5]. Fatwa no. 6667. Ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua, Abdurrazzaq Afifi sebagai wakilnya, dan Abdullah bin Qu’ud serta Abdullah bin Ghadiyan keduanya sebagai anggota
_______
Footnote
[1]. Fatawa Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta. No. 1997, ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua dan Abdullah bin Qu’uds serta Abdullah bin Ghadiyah keduanya sebagai anggota.
[2]. HR al-Bukhari 4/126 no. 3183
[3]. Lihat Fiqhus Sunnah, as-Sayyid Sabiq, cet Maktabah as-Rusyd 1422H
[4]. Fatwa Lajnah Daimah 11/394, fatwa no. 9563, ditandatangani oleh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua dan Abdurrazzaq Afifi sebagai wakilnya, serta Abdullah bin Ghadiyan sebagai anggota.
[5]. Fatwa no. 6667. Ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua, Abdurrazzaq Afifi sebagai wakilnya, dan Abdullah bin Qu’ud serta Abdullah bin Ghadiyan keduanya sebagai anggota
Sumber: https://almanhaj.or.id/3741-daging-kurban-untuk-orang-kafir.html
Saturday, 20 September 2014, 21:00 WIB
Hukum Memberi Daging Kurban kepada Non-Muslim (2)
Red: Chairul Akhmad
Rn.
Oleh: Hafidz Muftisany
Ibnu Qudamah mengatakan, boleh hukumnya memberi daging kurban kepada non-Muslim.
Kebolehannya ini dinisbatkan kepada bolehnya memberikan makanan dalam bentuk lainnya kepada mereka. Memberi daging kurban kedudukannya sama dengan memberi sedekah pada umumnya yang hukumnya boleh.
Imam al-Hasan al-Basri, Imam Abu Hanifah, dan Abu Tsaur berpendapat, daging kurban boleh dibagikan kepada non-Muslim yang fakir miskin. Sedangkan Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya, termasuk memakruhkan bila memberi kulit dan bagian-bagian dari hewan kurban kepada mereka.
Al-Laits berpendapat jika daging itu dimasak kemudian non-Muslim dari kalangan ahlu zimmi diajak makan bersama, maka hukumnya boleh.
Imam Nawawi berpendapat umumnya ulama membedakan antara hukum kurban sunah dengan kurban wajib. Kurban wajib di antaranya adalah kurban nazar. Jika daging kurban berasal dari kurban sunah seperti saat Idul Adha karena ada kemampuan, maka boleh daging kurban dibagikan kepada Non-Muslim. Sementara jika kurbannya termasuk wajib maka memberikannya kepada non-Muslim dilarang.
Ustaz Ahmad Sarwat berpendapat, yang paling kuat adalah kebolehan memberikan daging kurban kepada non-Muslim. Terlebih kondisi mereka kekurangan. Hikmahnya adalah dengan kebaikan yang diberikan ada nilai positif kepada umat Islam.
Dengan itu siapa tahu menjadi jalan hidayah bagi non-Muslim. Dalam ahkamul fukaha disebutkan ada beberapa pendapat tentang hal ini.
Kitab kumpulan putusan Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama ini menyebut diperbolehkannya memberikan daging kurban kepada non-Muslim zimmi. Namun, syaratnya daging kurban itu dari kurban sunah bukan yang wajib.
Al-Adza’i menilai, pendapat itu tidak kuat. Mutlak hukumnya tidak memberikan bagian apa pun dari kurban kepada selain Muslim. Bahkan, jika seorang fakir miskin Muslim menerima daging kurban, ia tetap tidak boleh memberikan daging tersebut kepada non-Muslim.
Ibnu Qudamah mengatakan, boleh hukumnya memberi daging kurban kepada non-Muslim.
Kebolehannya ini dinisbatkan kepada bolehnya memberikan makanan dalam bentuk lainnya kepada mereka. Memberi daging kurban kedudukannya sama dengan memberi sedekah pada umumnya yang hukumnya boleh.
Imam al-Hasan al-Basri, Imam Abu Hanifah, dan Abu Tsaur berpendapat, daging kurban boleh dibagikan kepada non-Muslim yang fakir miskin. Sedangkan Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya, termasuk memakruhkan bila memberi kulit dan bagian-bagian dari hewan kurban kepada mereka.
Al-Laits berpendapat jika daging itu dimasak kemudian non-Muslim dari kalangan ahlu zimmi diajak makan bersama, maka hukumnya boleh.
Imam Nawawi berpendapat umumnya ulama membedakan antara hukum kurban sunah dengan kurban wajib. Kurban wajib di antaranya adalah kurban nazar. Jika daging kurban berasal dari kurban sunah seperti saat Idul Adha karena ada kemampuan, maka boleh daging kurban dibagikan kepada Non-Muslim. Sementara jika kurbannya termasuk wajib maka memberikannya kepada non-Muslim dilarang.
Ustaz Ahmad Sarwat berpendapat, yang paling kuat adalah kebolehan memberikan daging kurban kepada non-Muslim. Terlebih kondisi mereka kekurangan. Hikmahnya adalah dengan kebaikan yang diberikan ada nilai positif kepada umat Islam.
Dengan itu siapa tahu menjadi jalan hidayah bagi non-Muslim. Dalam ahkamul fukaha disebutkan ada beberapa pendapat tentang hal ini.
Kitab kumpulan putusan Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama ini menyebut diperbolehkannya memberikan daging kurban kepada non-Muslim zimmi. Namun, syaratnya daging kurban itu dari kurban sunah bukan yang wajib.
Al-Adza’i menilai, pendapat itu tidak kuat. Mutlak hukumnya tidak memberikan bagian apa pun dari kurban kepada selain Muslim. Bahkan, jika seorang fakir miskin Muslim menerima daging kurban, ia tetap tidak boleh memberikan daging tersebut kepada non-Muslim.
Larangan bagi daging korban pada bukan Muslim
bicara agama
ARKIB : 04/11/2011
Larangan bagi daging korban pada bukan Muslim
SAYA tertarik dengan perbincangan ustaz berkenaan korban dan akikah minggu lalu. Bagaimanapun, saya masih ada beberapa persoalan dan memohon penjelasan ustaz.
1. Berkenaan daging korban, jika selepas diagih kepada fakir miskin dan juga para petugas masih ada bakinya, bolehkah ia diberi kepada orang bukan Islam?
2. Jika seorang fakir miskin itu menerima daging korban yang dikumpulkan agak banyak, contoh 4 @ 5 kilogram, bolehkah dia menjual sebahagian daripada daging itu termasuk kepada orang bukan Islam?
3. Bagaimana pula dengan kulit lembu korban, bolehkah ia dijual kepada pengusaha makanan atau pembuat kompang?
JAWAPAN:
Kebanyakan kita faham secara asas bahawa daging korban tidak boleh diberi kepada orang bukan Islam.
Pendirian ini memang berasas, asasnya para alim ulama kita berpandangan dengan pendapat Imam al-Syafie yang tidak membenarkan daging korban diberikan kepada orang bukan Islam, sama ada daging korban sunat mahupun daging korban nazar.
Ini kerana ibadah korban adalah perbuatan taqarrub kepada Allah SWT yang dikategorikan ibadah semata-mata, ibadah ini berkaitan dengan menyembelih binatang ternakan. Orang Islam sahaja yang berhak kepada daging korban tersebut. Serta manfaat daging itu hanya kebali kepada orang Islam sahaja.
Pandangan ini adalah berdasarkan kepada pembahagian daging mentah bukan daging yang sudah dimasak.
Sekiranya kita ingin menjemput jiran atau kenalan kita yang bukan beragama Islam dengan menjamu mereka daging korban, bagi mereka yang bermazhab al-Syafie hendaklah menambahkan daging lain yang dibeli dari pasar sejumlah yang yang mungkin boleh cukup untuk hidangan orang bukan beragama Islam lalu dicampurkan daging yang dibeli di pasar dengan daging korban kemudian dimasak bersama.
Anggaplah apa yang dimakan oleh tetamu kita yang bukan beragama Islam dari daging yang dibeli dari pasar dan bukan daging korban.
Namun persoalan ini pernah saya bincangkan sebelum ini. Demi berlaku adil kepada para Ulama mazhab selain Imam al-Syafie eloklah kita sama-sama perhatikan pandangan mereka dalam masalah ini;
Ulama Malikiyah berpendapat makruh memberi makan daging korban kepada orang-orang Yahudi dan Nasara.
Mazhab Hanbali pula mengharuskan memberi hadiah daging korban sunat kepada orang bukan Islam, tidak harus menghadiahkan daging korban wajib kepada mereka. (Kasyf al-Qina' 3;19 )
Dinyatakan juga bahawa dalam kitab al-Majmu' disebutkan harus memberi makan daging korban sunat kepada golongan fakir miskin ahli zimmah, tidak harus memberi mereka makan daging korban wajib.
Di dalam kitab al-Majmu' Syarh al-Muhazzab, karya Imam al-Nawawi, disebutkan bahawa Ibn al-Munzir menyatakan ulama telah sepakat (ijmak) bahawa daging korban boleh diberi makan kepada fakir miskin orang Islam, namun mereka khilaf tentang memberi makan daging korban kepada golongan fakir miskin kafir ahli zimmah. (al-Majmu' Syarh al-Muhazzab; 8, 404 ).
Imam Hasan al-Basri telah memberi keringanan (rukhsah) memberikan mereka memakannya..
Ibnu Qudamah al-Maqdisiy dan al-Syarbainiy berpendapat, mazhab Maliki menghukumnya dengan makruh menghadiahkan dan memberi makan daging korban kepada orang beragama Yahudi dan Nasrani.
Memelihara nyawa
Mazhab Hanbali, al-Hasan, Abu Thur, berpendapat harus memberi hadiah dan memberi makan orang bukan Islam, kafir zimmi daging korban sunat, tetapi daging korban wajib, seperti korban nazar tidak harus. Hukumnya sama dengan hukum zakat dan kifarat sumpah.
Mazhab Syafie pula berpendapat tidak boleh memberi hadiah dan memberi makan orang bukan Islam daging korban sunat atau wajib. (al-Mughni wa al-Syarh al-Kabir2:381).
Ibh Hazmin dari Mazhab Zahiriyah dalam kitabnya al-Muhalla 7:383 menyatakan tuan punya korban boleh memberinya makan kepada orang kaya dan orang bukan Islam atau dia menghadiahkan sedikit daripadanya.
Kesimpulan yang boleh dibuat:
lMazhab Syafie berpendapat haram memberi makan daging korban kepada orang bukan Islam, sama ada daging korban sunat atau wajib (nazar) kepada orang bukan Islam.
lMazhab Maliki berpendapat makruh memberi makan daging korban sunat kepada orang bukan Islam dan tidak harus (haram) memberi mereka makan daging korban wajib, seperti korban yang dinazarkan, sama seperti hukum zakat.
lMazhab Hanbali berpendapat harus menghadiahkan daging korban sunat kepada orang bukan Islam dan haram menghadiahkan kepada mereka daging korban wajib.
Namun sekiranya keadaan masyarakat yang bukan beragama Islam sangat memerlukan, dalam erti kata kalau tidak dibantu keadaan mereka akan bertambah buruk dan dengan membiarkan mereka dalam keadaan melarat boleh mendatangkan bencana yang lebih buruk, maka dalam keadaan ini pandangan beberapa mazhab seperti pandangan ulama Maliki boleh diamalkan. Ini kerana memelihara nyawa adalah lebih utama dalam hal ini.
Mengenai menjual sebahagian daging korban mahupun kulitnya, di dalam hadis Rasulullah SAW mengarahkan Saidina Ali r.a supaya menguruskan daging korban serta apa-apa yang berkaitan dengan ibadah korban.
Maksud sabda baginda: Dari Ali r.a bahawa Rasulullah SAW memerintahkan agar dia menguruskan budan (unta-unta yang dikorbankan) Beliau, membahagi semuanya, dan jilalnya (kain yang diletakkan dibelakang unta ). Dan dia tidak boleh memberikan sesuatupun (dari korban itu) kepada penyembelihnya. (riwayat Bukhari no. 1717, tambahan dalam riwayat Muslim no. 439/1317).
Dalam riwayat yang lain Saidina Ali r.a memberitahu, yang bermaksud: Rasulullah SAW memerintahkanku agar aku menguruskan unta-unta korban baginda, mensedekahkan dagingnya, kulitnya dan jilalnya (kain yang diletak dibelakang unta ). Dan agar aku tidak memberikan sesuatupun (dari korban itu) kepada tukang sembelihnya. Dan Beliau bersabda: Kami akan memberikan (upah) kepada tukang sembelihnya dari kami. (riwayat Muslim no. 348, 1317)
Hadis ini secara jelas menunjukkan, bahawa Saidina Ali r.a diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk menyedekahkan daging korban, kulitnya, bahkan jilalnya. Dan tidak boleh mengambil sebahagian dari binatang korban itu untuk diberikan kepada tukang sembelihnya sebagai upah, kerana hal ini termasuk jual beli.
Daripada hadis ini banyak ulama mengambil dalil tentang larangan menjual sesuatu dari binatang korban, termasuk menjual kulitnya.
Imam Asy-Syafie r.h berkata: "Jika seseorang telah menetapkan binatang korban, bulunya tidak dicukur. Adapun binatang yang seseorang tidak menetapkannya sebagai korban, dia boleh mencukur bulunya. Binatang korban termasuk nusuk (binatang yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah), dibolehkan memakannya, memberikan makan (kepada orang lain) dan menyimpannya.
"Ini semua boleh terhadap seluruh (bahagian) binatang korban, kulitnya dan dagingnya. Aku membenci menjual sesuatu darinya. Menukarkannya merupakan jual beli".
Beliau juga mengatakan: "Aku tidak mengetahui perselisihan di antara manusia tentang ini iaitu: Barang siapa telah menjual sesuatu dari binatang korbannya, baik kulit atau lainnya, dia (wajib) mengembalikan harganya -atau nilai apa yang telah dia jual, jika nilainya lebih banyak dari harganya- untuk apa yang binatang korban dibolehkan untuknya. Sedangkan jika dia mensedekahkannya, (maka) lebih aku sukai, sebagaimana bersedekah dengan daging binatang korban lebih aku sukai".
Perselisihan
Imam Asy-Syafie r.h berkata: "Jika seseorang telah menetapkan binatang korban, bulunya tidak dicukur. Adapun binatang yang seseorang tidak menetapkannya sebagai korban, dia boleh mencukur bulunya. Binatang korban termasuk nusuk (binatang yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah), dibolehkan memakannya, memberikan makan (kepada orang lain) dan menyimpannya.
"Ini semua boleh terhadap seluruh (bahagian) binatang korban, kulitnya dan dagingnya. Aku membenci menjual sesuatu darinya. Menukarkannya merupakan jual beli".
Beliau juga mengatakan: "Aku tidak mengetahui perselisihan di antara manusia tentang ini, iaitu perselisihan dalam melarang menjual apa-apa yang berkaitan dengan binatang korban. Imam Syafie berpendapat sesiapa telah menjual sesuatu dari binatang korbannya, baik kulit atau lainnya, dia (wajib) mengembalikan harganya-atau nilai apa yang telah dia jual, jika nilainya lebih banyak dari harganya, untuk apa yang binatang korban dibolehkan untuknya.
Tukang sembelih diberi daging korban seperti orang ramai memperolehinya. Diberi daging korban kepada mereka bukan dengan niat upah sembelih, begitu juga ketika tukang sembelih menerima daging tidak boleh menganggapnya sebagai upah
Daging aqqah dan korban... siapa tak boleh makan..
Secara amnya, daging aqiqah boleh dimakan oleh seluruh umat Islam. Namun demikian, terdapat juga situasi di mana daging tersebut tidak boleh dimakan oleh tuan yang melakukan Aqiqah. Inilah isu yang diperjelaskan oleh Ustaz dalam sesi soal jawab kali ini.
Daging Aqiqah. Siapa boleh makan?
Daging Aqiqah, pada dasarnya boleh dimakan oleh orang yang melakukan aqiqah tersebut beserta anak bininya. Cuma, adalah lebih afdhal sekiranya lebih banyak diberi makan kepada orang. Sama ada orang kaya atau miskin.
Sunat juga daging itu dimasak terlebih dahulu. Konsepnya berlawanan dengan daging korban. Daging korban, diedarkan dalam bentuk mentah, manakala daging aqiqah dalam bentuk sudah dimasak.
Pendapat yang mengatakan tuan aqiqah tidak boleh makan daging aqiqahnya adalah tidak betul. Sunat bagi tuan aqiqah, anak anak, dan seisi rumah untuk memakan daging aqiqah itu tadi.
Daging Aqiqah. Siapa Haram Makan?
Yang tak boleh makan daging aqiqahnya sendiri adalah tuan aqiqah yang melakukan aqiqah wajib. Aqiqah wajib adalah aqiqah yang dilakukan atas sebab telah bernazar. Contohnya apabila seseorang telah berniat “Aku bernazar kalau dapat anak perempuan, aku akan sembelih seekor kambing sebagai aqiqah”.
Maka setelah mendapat anak perempuan orang tersebut wajib membayar nazar dengan melakukan aqiqah seekor kambing. Daging dari sembelihan aqiqah ini tidak boleh dimakan oleh tuan aqiqah beserta dengan ahli keluarganya seisi rumah.
Begitu juga dengan daging korban. Sekiranya korban dilakukan atas sebab membayar nazar, makan tuan punya korban tidak boleh makan daging dari korban tersebut.
Begitulah dia sedikit penjelasan dari Ustaz Azhar Idrus berkenaan hukum makan daging aqiqah/korban oleh tuan punya aqiqah/korban tersebut.
InsyaAllah ilmu yang sedikit ini bakal memberi manafaat sekiranya ia dikongsikan kepada orang lain.
ARKIB : 28/11/2008
Bicara agama
ARKIB : 28/11/2008
Bukan Islam boleh makan akikah
SOALAN:
Baru-baru ini saya mengadakan majlis akikah untuk anak lelaki saya yang baru saja dilahirkan. Mengikut hukum anak lelaki harus korbankan dua ekor kambing, jadi saya telah pun menunaikannya. Ketika majlis ini berlangsung ada juga tetamu bangsa Cina yang hadir.
Baru-baru ini saya mengadakan majlis akikah untuk anak lelaki saya yang baru saja dilahirkan. Mengikut hukum anak lelaki harus korbankan dua ekor kambing, jadi saya telah pun menunaikannya. Ketika majlis ini berlangsung ada juga tetamu bangsa Cina yang hadir.
Adakah sah akikah saya yang dimakan oleh tetamu bangsa Cina itu?
JAWAPAN:
Tiada tegahan dalam mana-mana nas secara qatie (muktamad) sama ada di dalam al-Quran mahupun hadis-hadis Rasulullah SAW yang sahih yang boleh difahami bahawa orang bukan Islam tidak boleh memakan daging akikah.
Selagi mana tiada nas yang secara sorih (terang) yang menegah maka selagi itulah perkara itu dilihat suatu yang tidak mutlak dari hukumnya. Apa yang perlu difahami di sini ialah hukum melaksanakan akikah itu sendiri.
Di samping itu daging akikah yang dimasak dengan sedikit rasa manis itu diharapkan agar perangai dan budi pekerti anak tersebut akan menjadi elok dan baik. (Al-Majmu’: 8/322)
Pengertian akikah menurut syarak
Akikah dalam pengertian syarak ialah binatang ternakan yang berkaki empat (binatang an’am) yang disembelih ketika hendak mencukur rambut kepala anak yang baru dilahirkan, sama ada disembelih pada hari ketujuh atau selepasnya.
Falsafah tuntutan menunaikan akikah adalah sebagai tanda kesyukuran seseorang setelah mendapat anugerah cahaya mata yang dikurniakan oleh Allah SWT.
Justeru ia lebih baik di kongsi sesama Islam. Ini kerana ia juga seumpama satu peringatan kepada yang lain untuk berakikah juga untuk anak mereka (jika belum). Bagi bukan Islam, tiada peruntukan akikah.
Hukum melakukan akikah itu adalah sunat muakkad, iaitu sunat yang sangat digalakkan dalam syarak. Perkara ini bukan sekadar nas semata-mata malahan boleh dilihat sebagaimana perbuatan Rasulullah SAW ketika baginda mengakikahkan cucundanya Hasan dan Husain r.a.
Ia bukanlah perkara yang wajib dilakukan kerana hal ini pernah ditanyakan kepada Rasulullah, lalu baginda bersabda yang maksudnya: “Allah tidak menyukai kedurhakaan, seolah-olah Baginda tidak suka menyebut nama itu (akikah). Baginda bersabda: “Barang siapa yang dikurniakan baginya anak, lalu dia ingin menyembelihkan untuk anaknya maka sembelihlah untuk anak lelaki dua ekor kambing yang sama keadaannya dan bagi anak perempuan seekor kambing”. (riwayat Abu Daud)
Maksud hadis daripada perkataan (suka atau ingin menyembelihkan untuk anaknya) itu menunjukkan tidak wajib melakukan akikah, melainkan jika akikah itu dinazarkan baharulah ia dipanggil akikah wajib.
Dalam hadis yang lain, sabda Rasulullah SAW: “Anak-anak tergadai (terikat) dengan akikahnya, disembelih (akikah) untuknya pada hari ketujuh (kelahirannya) dan diberi namanya serta dicukur rambutnya”. (riwayat at-Tirmidzi)
Terdapat dua pendapat dalam menghuraikan maksud hadis “anak tergadai dengan akikahnya” di sini.
Pendapat pertama mengatakan bahawa jika tidak diakikahkan, anak itu akan terbantut atau terhalang pertumbuhannya, tidak seperti anak-anak lain yang diakikahkan.
Pendapat kedua
Pendapat kedua mengatakan bahawa maksudnya ialah anak itu tidak akan memberi syafaat kepada kedua ibu bapanya pada hari kiamat kelak jika dia tidak diakikahkan. Pendapat kedua ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, dan pendapat ini dilihat pendapat yang lebih utama. (Mughni al-Muhtaj: 4/369)
Akikah disebut dalam hadis yang bermaksud: Bersama bayi yang lahir itu akikah, maka kerana itu mengalirkanlah darah (sembelihan) untuknya, dan jauhkan baginya segala kesakitan (godaan syaitan). (riwayat Bukhari)
Ini bermakna: “Setiap anak perlu dipajakkan (terhutang) dengan akikah, disembelih untuknya pada hari ketujuh umurnya, dan diberi nama dan dicukur rambut kepalanya”. (riwayat Ashabus Sunan)
Akikah itu pula dari sudut bahasanya adalah tolakan iaitu tolakan dari gangguan dan godaan syaitan.
Adapun persoalan mengenai memberi makan atau dimakan daging akikah oleh bukan Islam tidak mencacatkan amalan akikah. Biarpun daging akikah itu dimakan oleh bukan Islam, akikah itu tetap sah dan tidak perlu diulangi.
Sebenarnya perbuatan kita melabelkan hidangan dengan ayat hidangan untuk orang Islam sahaja adalah tidak wajar. Seolah-olah kita memperkecilkan tetamu yang datang ke majlis keraian kita dengan tidak mengizin mereka menjamah apa yang dihidangkan oleh tuan rumah. Sedangkan bu
Perbezaan akikah dan korban
Perbezaan akikah dan korban
- Masa untuk melaksanakan ibadah korban ialah apabila telah naik matahari dengan kadar selesai dua rakaat sunat hari raya dan dua khutbah yang ringan iaitu 10, 11, 12 dan 30 Zulhijjah.
- Binatang yang boleh disembelih untuk ibadah korban dan akikah adalah terdiri daripada al-Ana'am iaitu unta, lembu, kerbau, kambing dan biri-biri. Binatang lain seperti rusa, seladang dan seumpamanya tidak boleh dikategorikan dalam golongan al-Ana'am sekalipun ia jinak.
- Menurut Imam Khatib al-Syarbini, seekor unta atau lembu yang hendak dijadikan korban atau akikah boleh dikongsi bersama tujuh orang. Namun, kambing dan biri-biri tidak boleh dikongsi.
Apakah perbezaan antara korban dan akikah?
- Tempoh atau waktu untuk melaksanakan ibadat korban agak singkat iaitu pada hari raya haji dan diikuti dengan tiga hari tasyriq iaitu 11,12 dan 13 Zulhijjah, sebaliknya tempoh melaksanakan ibadat akikah adalah panjang.
- Menurut Imam al-Shafie tempoh terbaik untuk akikah ialah hari ketujuh setelah kelahiran, sekiranya tidak dapat dilakukan dalam tempoh tersebut, boleh dilaksanakan dengan tidak melebihi tempoh nifas iaitu 60 puluh hari. Sekiranya tempoh nifas juga tidak dapat dilaksanakan oleh beberapa sebab terutamanya kefakiran, maka boleh dilaksanakan tidak melebihi tempoh susuan iaitu dua tahun. Dalam tempoh itu juga tidak dapat dilaksanakan, maka hendaklah dilaksanakan sebelum berumur tujuh tahun. Sekiranya setelah tujuh tahun juga tidak dapat ditunaikan maka boleh dilanjutkan sehingga mencapai umur baligh.
- Perbezaan antara ibadat korban dan akikah menurut kitab Mughni al-Muhtaj ialah ibadat korban disunatkan diberikan kepada fakir miskin daging yang mentah. Sebaliknya bagi daging akikah, sunat diberikan kepada fakir miskin setelah dimasak kerana Rasulullah s.a.w meminta Saidatina Fatimah untuk berbuat demikian. Selain itu juga diharamkan daging korban diberikan kepada orang kaya dan terdapat padanya unsur jual beli, namun jika diberikan kepada orang kaya dengan berniatkan sebagai hibah atau hadiah maka ia tidak menjadi satu kesalahan kerana orang kaya juga layak untuk menerima hadiah dan hibah. Sebaliknya tidak menjadi satu kesalahan sekiranya ada unsur pemilikan atau jual beli pada daging akikah.
Sumber: Utusan Malaysia
Ruangan Soal Jawab Kemusykilan Agama JAKIM
- Masa untuk melaksanakan ibadah korban ialah apabila telah naik matahari dengan kadar selesai dua rakaat sunat hari raya dan dua khutbah yang ringan iaitu 10, 11, 12 dan 30 Zulhijjah.
- Binatang yang boleh disembelih untuk ibadah korban dan akikah adalah terdiri daripada al-Ana'am iaitu unta, lembu, kerbau, kambing dan biri-biri. Binatang lain seperti rusa, seladang dan seumpamanya tidak boleh dikategorikan dalam golongan al-Ana'am sekalipun ia jinak.
- Menurut Imam Khatib al-Syarbini, seekor unta atau lembu yang hendak dijadikan korban atau akikah boleh dikongsi bersama tujuh orang. Namun, kambing dan biri-biri tidak boleh dikongsi.
Apakah perbezaan antara korban dan akikah?
- Tempoh atau waktu untuk melaksanakan ibadat korban agak singkat iaitu pada hari raya haji dan diikuti dengan tiga hari tasyriq iaitu 11,12 dan 13 Zulhijjah, sebaliknya tempoh melaksanakan ibadat akikah adalah panjang.
- Menurut Imam al-Shafie tempoh terbaik untuk akikah ialah hari ketujuh setelah kelahiran, sekiranya tidak dapat dilakukan dalam tempoh tersebut, boleh dilaksanakan dengan tidak melebihi tempoh nifas iaitu 60 puluh hari. Sekiranya tempoh nifas juga tidak dapat dilaksanakan oleh beberapa sebab terutamanya kefakiran, maka boleh dilaksanakan tidak melebihi tempoh susuan iaitu dua tahun. Dalam tempoh itu juga tidak dapat dilaksanakan, maka hendaklah dilaksanakan sebelum berumur tujuh tahun. Sekiranya setelah tujuh tahun juga tidak dapat ditunaikan maka boleh dilanjutkan sehingga mencapai umur baligh.
- Perbezaan antara ibadat korban dan akikah menurut kitab Mughni al-Muhtaj ialah ibadat korban disunatkan diberikan kepada fakir miskin daging yang mentah. Sebaliknya bagi daging akikah, sunat diberikan kepada fakir miskin setelah dimasak kerana Rasulullah s.a.w meminta Saidatina Fatimah untuk berbuat demikian. Selain itu juga diharamkan daging korban diberikan kepada orang kaya dan terdapat padanya unsur jual beli, namun jika diberikan kepada orang kaya dengan berniatkan sebagai hibah atau hadiah maka ia tidak menjadi satu kesalahan kerana orang kaya juga layak untuk menerima hadiah dan hibah. Sebaliknya tidak menjadi satu kesalahan sekiranya ada unsur pemilikan atau jual beli pada daging akikah.
Sumber: Utusan Malaysia
Ruangan Soal Jawab Kemusykilan Agama JAKIM
korban dan aqiqah disekalikan
Selalu soalan ini dikemukan oleh halaqian. Maka memudahkan untuk rujukan, saya buka topik ini untuk menjadi panduan kita di dalam melaksanakan ibadah muakad ini kerana Allah Ta'ala.
Korban dan akikah, bolehkah disekalikan?
MELAKSANAKAN ibadah korban dan akikah amat digalakkan oleh Islam kerana fadilatnya cukup besar. Kaedah melaksanakan kedua-dua ibadah ini hampir sama dari segi hukum dan syarat-syaratnya walaupun terdapat beberapa perbezaan.
Menurut Imam Khatib Syarbini dalam kitabnya, Mughni al-Muhtaj, hukum ibadat korban adalah sunat muakkad. Bagi yang bernazar, ia akan menjadi wajib, manakala makruh bagi mereka yang sengaja meninggalkannya sedangkan berkemampuan untuk melaksanakannya.
Namun begitu, ibadah korban adalah wajib ke atas Nabi Muhammad s.a.w. seperti mana yang terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Termizi bermaksud: "Diwajibkan ke atasku melaksanakan ibadah korban namun ia merupakan suatu amalan sunat bagi kamu."
Akikah menurut Imam al-Syarbini dalam kitabnya, al-Iqnaa ialah binatang yang disembelih pada hari kelahiran bayi dan sewaktu mencukur rambut bayi tersebut. Hukum ibadah akikah adalah sunat muakkad seperti mana ibadah korban.
"Namun, ibadah korban dan akikah akan bertukar menjadi wajib sekiranya seseorang itu bernazar untuk melakukannya. Islam menetapkan keadaan dan masa tertentu bagi memastikan ibadah korban dan akikah dapat dilaksanakan sah di sisi syarak," jelas pensyarah Fakulti Undang-undang dan Syariah, Kolej Universiti Islam Malaysia (KUIM), Wan Abdul Fattah Wan Ismail.
Menurut beliau, terdapat beberapa kekeliruan yang sering timbul antara ibadah korban dan akikah khususnya dalam kes menggabungkan niat korban dan akikah sekali gus. Dalam kitab Tuhfah dan al-Fatawa al-Kubra, Ibn Hajar al-Haitami menyatakan bahawa: "Jika seseorang itu berniat ibadah korban dan akikah ke atas seekor kambing sekali gus maka kedua-duanya dianggap sebagai batal." Ini kerana korban dan akikah mengandungi makna sunat yang tersendiri.
Ibadah korban bertujuan untuk membersihkan diri mereka daripada melakukan dosa, manakala akikah adalah sebagai tanda menyambut kelahiran bayi.
Selain itu, persoalan yang turut mengelirukan ialah sama ada perlu atau tidak orang yang berkorban menyaksikan sendiri penyembelihan haiwan tersebut. Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim bermaksud: "Wahai Fatimah! Berdirilah di sisi korbanmu dan saksikan ia sesungguhnya titisan darahnya yang pertama itu pengampunan bagimu atas dosa-dosamu yang telah lalu."
Hadis di atas tidak menunjukkan bahawa ia adalah satu kemestian untuk menyaksikan ibadah korban dan akan terbatalnya ibadah tersebut sekiranya tidak berbuat demikian.
"Dengan kata lain, ibadah korban dan akikah boleh dilaksanakan secara berwakil bagi pihak yang ingin melaksanakan korban dan akikah sekalipun mereka tidak ada bersama-sama ditempat ibadah tersebut dilaksanakan, " jelas al-Hakim.
Terdapat banyak kelebihan dalam mengerjakan ibadah korban dan akikah seperti mana yang terkandung dalam surah al-Kauthar, ayat dua bermaksud: "Maka dirikanlah solat kerana Tuhanmu dan berkorbanlah. "
Dengan melaksanakan ibadah korban juga dapat menangkis jiwa manusia daripada sikap kedekut dan bakhil. Sebaliknya dapat melahirkan perasaan kasih sayang sesama Muslim dengan menghulurkan bantuan kepada mereka yang memerlukan. Firman Allah s.w.t. dalam surah al-Haj ayat 36: "Dan telah Kami jadikan unta-unta itu sebahagian daripada syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak daripadanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah diikat).
Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur."
Kelebihan mengerjakan ibadah akikah dalam kitab Sabila al-Muhtadin, Imam Ahmad menyebut, anak-anak yang tidak dilaksanakan akikah tidak akan datang pada hari kiamat untuk memohon syafaat bagi kedua ibu bapanya.
Seperti yang diketahui, ibadah korban dan akikah selain memenuhi tuntutan agama ia juga sebagai pemangkin untuk mengembangkan syiar Islam. Ini termaktub dalam matlamat utama ibadah ini dilakukan iaitu untuk membantu fakir miskin dan golongan yang kurang bernasib baik di kalangan umat Islam.
"Tetapi, apa yang dapat dilihat pada hari ini, di sesetengah tempat, ibadah korban dan akikah telah bertukar menjadi adat kerana syariatnya tidak dipenuhi. Daging-daging tidak diagihkan dengan betul dan dimasak seolah-olah kenduri biasa.
"Sebenarnya, begitu ramai pihak yang ingin melakukan ibadah tersebut semata-mata untuk membantu orang yang kurang berkemampuan. Ini mungkin disebabkan mereka tidak mengetahui secara khusus tentang kaedah pengagihan yang diamalkan sekarang," ujarnya.
Bagi memastikan ibadah korban dilaksanakan dengan sistematik khususnya melibatkan pengagihan, sewajarnya ia diberikan kepada penganjur yang boleh mengendalikannya dengan adil dan telus.
"Maka dengan mengadakan program dan akikah di tempat yang umat Islam tertindas seperti Kemboja, Palestin dan Iraq amat bertepatan dengan matlamat ibadah tersebut iaitu membantu umat Islam yang tertindas dan hidup dalam kemiskinan. Secara tidak langsung, ia dapat meningkatkan hubungan persaudaraan di kalangan umat Islam," katanya.
Pengurusan, Pentadbiran Forum Halaqahnet.
Penal Utama Baitul Muslim
Fatwa JAKIM
SUB KATEGORI
Lain-lain Agama
Tarikh Hantar Soalan :16/11/2007 05:51 PM
Soalan :
Salam,
Berkenaan dengan Aqiqah niat Qurban yang dikatakan buleh dilaksanakan serentak. Bagaimankah caranya, Akikah niat Qurban atau sebaliknya..
Jawapan :
Tidak boleh berniat mengadakan qorban dan akikah secara serentak.tetapi hendaklah dilakukan denganmenyatakan bahagian akikah dan korban secara berasingan.
Korban dan akikah, bolehkah disekalikan?
MELAKSANAKAN ibadah korban dan akikah amat digalakkan oleh Islam kerana fadilatnya cukup besar. Kaedah melaksanakan kedua-dua ibadah ini hampir sama dari segi hukum dan syarat-syaratnya walaupun terdapat beberapa perbezaan.
Menurut Imam Khatib Syarbini dalam kitabnya, Mughni al-Muhtaj, hukum ibadat korban adalah sunat muakkad. Bagi yang bernazar, ia akan menjadi wajib, manakala makruh bagi mereka yang sengaja meninggalkannya sedangkan berkemampuan untuk melaksanakannya.
Namun begitu, ibadah korban adalah wajib ke atas Nabi Muhammad s.a.w. seperti mana yang terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Termizi bermaksud: "Diwajibkan ke atasku melaksanakan ibadah korban namun ia merupakan suatu amalan sunat bagi kamu."
Akikah menurut Imam al-Syarbini dalam kitabnya, al-Iqnaa ialah binatang yang disembelih pada hari kelahiran bayi dan sewaktu mencukur rambut bayi tersebut. Hukum ibadah akikah adalah sunat muakkad seperti mana ibadah korban.
"Namun, ibadah korban dan akikah akan bertukar menjadi wajib sekiranya seseorang itu bernazar untuk melakukannya. Islam menetapkan keadaan dan masa tertentu bagi memastikan ibadah korban dan akikah dapat dilaksanakan sah di sisi syarak," jelas pensyarah Fakulti Undang-undang dan Syariah, Kolej Universiti Islam Malaysia (KUIM), Wan Abdul Fattah Wan Ismail.
Menurut beliau, terdapat beberapa kekeliruan yang sering timbul antara ibadah korban dan akikah khususnya dalam kes menggabungkan niat korban dan akikah sekali gus. Dalam kitab Tuhfah dan al-Fatawa al-Kubra, Ibn Hajar al-Haitami menyatakan bahawa: "Jika seseorang itu berniat ibadah korban dan akikah ke atas seekor kambing sekali gus maka kedua-duanya dianggap sebagai batal." Ini kerana korban dan akikah mengandungi makna sunat yang tersendiri.
Ibadah korban bertujuan untuk membersihkan diri mereka daripada melakukan dosa, manakala akikah adalah sebagai tanda menyambut kelahiran bayi.
Selain itu, persoalan yang turut mengelirukan ialah sama ada perlu atau tidak orang yang berkorban menyaksikan sendiri penyembelihan haiwan tersebut. Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim bermaksud: "Wahai Fatimah! Berdirilah di sisi korbanmu dan saksikan ia sesungguhnya titisan darahnya yang pertama itu pengampunan bagimu atas dosa-dosamu yang telah lalu."
Hadis di atas tidak menunjukkan bahawa ia adalah satu kemestian untuk menyaksikan ibadah korban dan akan terbatalnya ibadah tersebut sekiranya tidak berbuat demikian.
"Dengan kata lain, ibadah korban dan akikah boleh dilaksanakan secara berwakil bagi pihak yang ingin melaksanakan korban dan akikah sekalipun mereka tidak ada bersama-sama ditempat ibadah tersebut dilaksanakan, " jelas al-Hakim.
Terdapat banyak kelebihan dalam mengerjakan ibadah korban dan akikah seperti mana yang terkandung dalam surah al-Kauthar, ayat dua bermaksud: "Maka dirikanlah solat kerana Tuhanmu dan berkorbanlah. "
Dengan melaksanakan ibadah korban juga dapat menangkis jiwa manusia daripada sikap kedekut dan bakhil. Sebaliknya dapat melahirkan perasaan kasih sayang sesama Muslim dengan menghulurkan bantuan kepada mereka yang memerlukan. Firman Allah s.w.t. dalam surah al-Haj ayat 36: "Dan telah Kami jadikan unta-unta itu sebahagian daripada syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak daripadanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah diikat).
Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur."
Kelebihan mengerjakan ibadah akikah dalam kitab Sabila al-Muhtadin, Imam Ahmad menyebut, anak-anak yang tidak dilaksanakan akikah tidak akan datang pada hari kiamat untuk memohon syafaat bagi kedua ibu bapanya.
Seperti yang diketahui, ibadah korban dan akikah selain memenuhi tuntutan agama ia juga sebagai pemangkin untuk mengembangkan syiar Islam. Ini termaktub dalam matlamat utama ibadah ini dilakukan iaitu untuk membantu fakir miskin dan golongan yang kurang bernasib baik di kalangan umat Islam.
"Tetapi, apa yang dapat dilihat pada hari ini, di sesetengah tempat, ibadah korban dan akikah telah bertukar menjadi adat kerana syariatnya tidak dipenuhi. Daging-daging tidak diagihkan dengan betul dan dimasak seolah-olah kenduri biasa.
"Sebenarnya, begitu ramai pihak yang ingin melakukan ibadah tersebut semata-mata untuk membantu orang yang kurang berkemampuan. Ini mungkin disebabkan mereka tidak mengetahui secara khusus tentang kaedah pengagihan yang diamalkan sekarang," ujarnya.
Bagi memastikan ibadah korban dilaksanakan dengan sistematik khususnya melibatkan pengagihan, sewajarnya ia diberikan kepada penganjur yang boleh mengendalikannya dengan adil dan telus.
"Maka dengan mengadakan program dan akikah di tempat yang umat Islam tertindas seperti Kemboja, Palestin dan Iraq amat bertepatan dengan matlamat ibadah tersebut iaitu membantu umat Islam yang tertindas dan hidup dalam kemiskinan. Secara tidak langsung, ia dapat meningkatkan hubungan persaudaraan di kalangan umat Islam," katanya.
Pengurusan, Pentadbiran Forum Halaqahnet.
Penal Utama Baitul Muslim
Fatwa JAKIM
SUB KATEGORI
Lain-lain Agama
Tarikh Hantar Soalan :16/11/2007 05:51 PM
Soalan :
Salam,
Berkenaan dengan Aqiqah niat Qurban yang dikatakan buleh dilaksanakan serentak. Bagaimankah caranya, Akikah niat Qurban atau sebaliknya..
Jawapan :
Tidak boleh berniat mengadakan qorban dan akikah secara serentak.tetapi hendaklah dilakukan denganmenyatakan bahagian akikah dan korban secara berasingan.
Aqiqah
`Aqiqah
PENGERTIAN ‘AQIQAH
‘Aqiqah ialah sembelihan binatang an‘am yang dilakukan kerana menyambut kanak-kanak yang baru dilahirkan sebagai tanda kesyukuran kepada Allah subhanahu wata‘ala.
HUKUM MELAKUKAN ‘AQIQAH
Hukum melakukan ‘aqiqah ialah sunnah mu’akkadah bagi orang yang menanggung sara hidup kanak-kanak tersebut. Jika anak itu lelaki disunatkan menyembelih dua ekor kambing, manakala jika anak itu perempuan disunatkan menyembelih seekor kambing. Binatang seperti lembu, kerbau atau unta boleh dibahagikan kepada tujuh bahagian.
WAKTU PELAKSANAAN ‘AQIQAH
Waktu melakukan ‘aqiqah adalah dari hari kelahiran kanak-kanak itu sehinggalah ia baligh. Masa yang paling afdhal untuk melakukan ‘aqiqah adalah pada hari ketujuh kelahiran kanak-kanak tersebut.
Sabda Rasullullah sallallahu ‘alayhi wasallam:
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ , وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى .
Maksudnya:
"Setiap bayi itu tergadai dengan ‘aqiqahnya. Disembelih untuknya pada hari ketujuh dan dicukur kepalanya dan diberi nama."
(Riwayat Abu Daud)
SYARAT ‘AQIQAH
Berniat ‘aqiqah ketika menyembelih.
Hendaklah binatang tersebut tidak ada cacat yang boleh mengurangkan dagingnya serta sampai umur.
PERKARA SUNAT SEMASA ‘AQIQAH
Berdoa semasa hendak menyembelih:
بِسْمِ اللهِ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَإِلَيْكَ عَقِيْقَةٌ ... (sebut nama anak)
Maksudnya:
"Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, binatang ini daripada-Mu dan kembali kepada-Mu, ini ‘aqiqah…".
Menyembelih ketika matahari sedang naik.
Daging ‘aqiqah dimasak terlebih dahulu sebelum disedekahkan.
Tidak mematah-matahkan tulang-tulang daripada binatang ‘aqiqah, hanya mencerai-ceraikan sendi-sendinya.
Menyedekahkan daging ‘aqiqah kepada fakir miskin.
Memasak daging ‘aqiqah dengan cara gulai manis untuk dihidangkan kepada tetamu.
PERKARA YANG PERLU DILAKUKAN KETIKA MENYAMBUT KELAHIRAN ANAK
Mengazankan di telinga sebelah kanan anak yang baru lahir.
Membaca iqamah di telinga sebelah kirinya.
Membaca doa di kedua-dua belah telinganya, contohnya membaca surah Al-Ikhlas.
Menyapu lelangit kanak-kanak tersebut dengan benda-benda yang manis seperti buah tamar atau pisang.
Menamakan kanak-kanak tersebut dengan nama-nama yang baik pada hari ketujuh kelahirannya.
Mengadakan jamuan dan doa kesyukuran sempena kelahirannya.
Mencukur rambut kanak-kanak tersebut selepas menyembelih ‘aqiqah untuknya.
Memberi sedekah emas atau perak seberat rambut kanak-kanak yang dicukur itu atau wang yang sama nilai dengan emas atau perak tersebut.
Menyedekahkan daging ‘aqiqah kepada fakir miskin.
HIKMAH ‘AQIQAH
‘Aqiqah mengandungi beberapa hikmah, antaranya:
Sebagai tanda kesyukuran kita kepada Allah kerana telah mengurniakan anak.
Untuk mengisytiharkan kepada masyarakat umum tentang anugerah yang dikurniakan oleh Allah.
Untuk memulakan kehidupan anak dengan perkara-perkara kebaikan.
Mengeratkan hubungan silaturrahim antara ahli-ahli masyarakat dengan keluarga yang dikurniakan anak.
Melahirkan rasa kegembiraan kerana mendapat zuriat yang menepati sunnah Rasulullah.
Perbezaan antara ‘aqiqah dan qurban.
Terdapat beberapa perbezaan antara ‘aqiqah dengan qurban:
‘Aqiqah tidak terikat pada masa tertentu, sedangkan qurban dilakukan pada masa-masa tertentu, iaitu selepas sembahyang dan khutbah Hari Raya ‘Aidil Adha hingga 13 Zulhijjah.
Daging ‘aqiqah boleh diberi milik kepada orang kaya manakala daging qurban hanya boleh diberi kepada fakir miskin.
‘Aqiqah dilakukan sempena menyambut kelahiran anak sebagai tanda kesyukuran kepada Allah, manakala qurban dilakukan kerana memperingati peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan anaknya, Isma‘il.
Daging qurban sunat disedekahkan secara mentah, sedangkan daging ‘aqiqah sunat disedekahkan setelah dimasak.
PENGERTIAN ‘AQIQAH
‘Aqiqah ialah sembelihan binatang an‘am yang dilakukan kerana menyambut kanak-kanak yang baru dilahirkan sebagai tanda kesyukuran kepada Allah subhanahu wata‘ala.
HUKUM MELAKUKAN ‘AQIQAH
Hukum melakukan ‘aqiqah ialah sunnah mu’akkadah bagi orang yang menanggung sara hidup kanak-kanak tersebut. Jika anak itu lelaki disunatkan menyembelih dua ekor kambing, manakala jika anak itu perempuan disunatkan menyembelih seekor kambing. Binatang seperti lembu, kerbau atau unta boleh dibahagikan kepada tujuh bahagian.
WAKTU PELAKSANAAN ‘AQIQAH
Waktu melakukan ‘aqiqah adalah dari hari kelahiran kanak-kanak itu sehinggalah ia baligh. Masa yang paling afdhal untuk melakukan ‘aqiqah adalah pada hari ketujuh kelahiran kanak-kanak tersebut.
Sabda Rasullullah sallallahu ‘alayhi wasallam:
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ , وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى .
Maksudnya:
"Setiap bayi itu tergadai dengan ‘aqiqahnya. Disembelih untuknya pada hari ketujuh dan dicukur kepalanya dan diberi nama."
(Riwayat Abu Daud)
SYARAT ‘AQIQAH
Berniat ‘aqiqah ketika menyembelih.
Hendaklah binatang tersebut tidak ada cacat yang boleh mengurangkan dagingnya serta sampai umur.
PERKARA SUNAT SEMASA ‘AQIQAH
Berdoa semasa hendak menyembelih:
بِسْمِ اللهِ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَإِلَيْكَ عَقِيْقَةٌ ... (sebut nama anak)
Maksudnya:
"Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, binatang ini daripada-Mu dan kembali kepada-Mu, ini ‘aqiqah…".
Menyembelih ketika matahari sedang naik.
Daging ‘aqiqah dimasak terlebih dahulu sebelum disedekahkan.
Tidak mematah-matahkan tulang-tulang daripada binatang ‘aqiqah, hanya mencerai-ceraikan sendi-sendinya.
Menyedekahkan daging ‘aqiqah kepada fakir miskin.
Memasak daging ‘aqiqah dengan cara gulai manis untuk dihidangkan kepada tetamu.
PERKARA YANG PERLU DILAKUKAN KETIKA MENYAMBUT KELAHIRAN ANAK
Mengazankan di telinga sebelah kanan anak yang baru lahir.
Membaca iqamah di telinga sebelah kirinya.
Membaca doa di kedua-dua belah telinganya, contohnya membaca surah Al-Ikhlas.
Menyapu lelangit kanak-kanak tersebut dengan benda-benda yang manis seperti buah tamar atau pisang.
Menamakan kanak-kanak tersebut dengan nama-nama yang baik pada hari ketujuh kelahirannya.
Mengadakan jamuan dan doa kesyukuran sempena kelahirannya.
Mencukur rambut kanak-kanak tersebut selepas menyembelih ‘aqiqah untuknya.
Memberi sedekah emas atau perak seberat rambut kanak-kanak yang dicukur itu atau wang yang sama nilai dengan emas atau perak tersebut.
Menyedekahkan daging ‘aqiqah kepada fakir miskin.
HIKMAH ‘AQIQAH
‘Aqiqah mengandungi beberapa hikmah, antaranya:
Sebagai tanda kesyukuran kita kepada Allah kerana telah mengurniakan anak.
Untuk mengisytiharkan kepada masyarakat umum tentang anugerah yang dikurniakan oleh Allah.
Untuk memulakan kehidupan anak dengan perkara-perkara kebaikan.
Mengeratkan hubungan silaturrahim antara ahli-ahli masyarakat dengan keluarga yang dikurniakan anak.
Melahirkan rasa kegembiraan kerana mendapat zuriat yang menepati sunnah Rasulullah.
Perbezaan antara ‘aqiqah dan qurban.
Terdapat beberapa perbezaan antara ‘aqiqah dengan qurban:
‘Aqiqah tidak terikat pada masa tertentu, sedangkan qurban dilakukan pada masa-masa tertentu, iaitu selepas sembahyang dan khutbah Hari Raya ‘Aidil Adha hingga 13 Zulhijjah.
Daging ‘aqiqah boleh diberi milik kepada orang kaya manakala daging qurban hanya boleh diberi kepada fakir miskin.
‘Aqiqah dilakukan sempena menyambut kelahiran anak sebagai tanda kesyukuran kepada Allah, manakala qurban dilakukan kerana memperingati peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan anaknya, Isma‘il.
Daging qurban sunat disedekahkan secara mentah, sedangkan daging ‘aqiqah sunat disedekahkan setelah dimasak.
Subscribe to:
Posts (Atom)