Apa Mahar Terbaik
Untuk Pernikahan?
Filed under: Ensiklopedia Islam,Fiqh,Hikmah,HOT NEWS,Kajian Qur'an,Kisah Nabi dan Rasul,Munakahat,Tarbiyah —
Tausiyah 275 @ 1:33 pm
Bismillah,
Salah satu yang mesti
disiapkan (dan juga dibicarakan) oleh pasangan yang hendak menikah adalahmahar pernikahan.
Secara singkat, mahar atau mas kawin adalah sejumlah harta yg diberikan oleh
(calon) pengantin pria kepada (calon) pengantin wanita pada saat pernikahan.
Nominal dan jenis mahar disampaikan/diucapkan pada saat ijab kabul dan biasanya
diserahkan usai prosesi ijab kabul selesai.
Pertanyaannya,
berapa/apa mahar yg terbaik yg mesti disiapkan untuk pernikahan?
Mari kita rujuk
beberapa referensi berikut mengenai mahar.
– ”Sebaik-baik perempuan adalah yang paling murah maharnya.” (HR. ibnu Hibban, Hakim, Baihaqi, Ahmad)
– ”Sebaik-baik perempuan adalah yang paling murah maharnya.” (HR. ibnu Hibban, Hakim, Baihaqi, Ahmad)
– “Tiada sah
pernikahan kecuali dengan (hadirnya) wali dan dua orang saksi dan dengan mahar
(mas kawin) sedikit maupun banyak.” (HR. Ath-Thabrani)
– Imam Ahmad
meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di antara kebaikan
wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.” ‘Urwah
berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.” (HR. Ahmad)
– “dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.
Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah
kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya
(dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu
terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar
itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An
Nisa(4):24)
Dari referensi2 di
atas, tidak ada rujukan resmi mengenai apa atau berapa besar mahar yg mesti
disiapkan. Bahkan Rasululloh SAW mengijinkan sahabatnya, yg kekurangan materi,
untuk menggunakan hafalan Al Quran sebagai mahar, sebagaimana referensi
berikut:
Hadits
riwayat Sahal bin Sa`ad Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
“Seorang wanita datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan berkata: Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memandang perempuan itu dan menaikkan pandangan serta menurunkannya kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala. Melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak memutuskan apa-apa terhadapnya, perempuan itu lalu duduk.
“Seorang wanita datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan berkata: Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memandang perempuan itu dan menaikkan pandangan serta menurunkannya kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala. Melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak memutuskan apa-apa terhadapnya, perempuan itu lalu duduk.
Sesaat
kemudian seorang sahabat beliau berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, jika
engkau tidak berkenan padanya, maka kawinkanlah aku dengannya. Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam bertanya: Apakah kamu memiliki sesuatu? Sahabat itu
menjawab: Demi Allah, tidak wahai Rasulullah! Beliau berkata: Pulanglah ke
keluargamu dan lihatlah apakah kamu mendapatkan sesuatu? Maka pulanglah sahabat
itu, lalu kembali lagi dan berkata: Demi Allah aku tidak mendapatkan sesuatu!
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Cari lagi walaupun hanya
sebuah cincin besi! Lalu sahabat itu pulang dan kembali lagi seraya berkata:
Demi Allah tidak ada wahai Rasulullah, walaupun sebuah cincin dari besi kecuali
kain sarung milikku ini!
Sahal
berkata: Dia tidak mempunyai rida` (kain yang menutupi badan bagian atas).
Berarti wanita tadi hanya akan mendapatkan setengah dari kain sarungnya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bertanya: Apa yang dapat kamu perbuat
dengan kain sarung milikmu ini? Jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak
memakai apa-apa. Demikian pula jika wanita itu memakainya, maka kamu tidak akan
memakai apa-apa. Lelaki itu lalu duduk agak lama dan berdiri lagi sehingga
terlihatlah oleh Rasulullah ia akan berpaling pergi.
Rasulullah
memerintahkan untuk dipanggil, lalu ketika ia datang beliau bertanya: Apakah
kamu bisa membaca Alquran? Sahabat itu menjawab: Saya bisa membaca surat ini
dan surat ini sambil menyebutkannya satu-persatu. Rasulullah bertanya lagi:
Apakah kamu menghafalnya? Sahabat itu menjawab: Ya. Lalu Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam bersabda: Pergilah, wanita itu telah menjadi istrimu dengan
mahar mengajarkan surat Alquran yang kamu hafal.”
(Shahih Muslim no:1425)
(Shahih Muslim no:1425)
Bahkan, dalam salah
satu riwayat, disebutkan bahwa mahar pernikahan Ummu Sulaim adalah suaminya
masuk Islam, sebagaimana saya kutip dari sini.
Ummu
Sulaim juga tidak menerima lamaran-lamaran yang datang kepadanya sehinggalah
Anas berusia cukup dewasa. Beliau kemudiannya dilamar oleh Abu Talhah
Al-Anshary yang ketika mengajukan lamaran tersebut masih seorang musyrik. Ummu
Sulaim dituntut untuk mempertimbangkan lamaran lelaki tersebut kerana Abu
Talhah merupakan seorang yang berpengaruh di dalam masyarakat. Ketika Abu
Talhah menemui beliau buat kali kedua untuk tujuan yang sama, Ummu Sulaim
menjawab lamaran tersebut dengan berkata
“Wahai
Abu Talhah, lelaki seperti engkau tidak layak untuk ditolak. Tetapi engkau
seorang kafir, sementara aku wanita Muslimah dan tidak mungkin bagiku untuk
menikahi engkau”
“
Apa yang perlu kulakukan untuk tujuan itu?” tanya Abu Talhah.
“Hendaklah
engkau menemui Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam” Jawab Ummu Sulaim.
Abu
Talhah segera beranjak untuk menemui Rasulullah yang ketika itu sedang duduk di
tengah-tengah para sahabat. Ketika melihat kehadiran Abu Talhah, baginda
Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Abu Talhah mendatangi kalian, dan
tanda-tanda keislaman tampak di antara kedua matanya”. Abu Talhah memberitahu
Rasulullah apa yang dikatakan Ummu Sulaim. Akhirnya, Abu Talhah memeluk Islam
di hadapan baginda dan para sahabat. Beliau juga bersetuju menikahi Ummu Sulaim
dengan mahar keIslamannya. Ummu Sulaim berkata kepada anaknya, “ Wahai Anas,
bangkitlah dan nikahkanlah Abu Talhah”.
Tentang
kisah pernikahan yang diberkati ini, Tsabit bin Aslam Al-Banany, salah seorang
Tabi’in berkata, “Kami tidak pernah mendengarkan mahar yang lebih indah dari
maharnya Ummu Sulaim, iaitu Islam!” (Shifatush
Shafwah, 2/66; Siyar A’lamin-Nubala’, 2/29)
Referensi lain:
– “Seandainya
seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar
mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya.” (HR. Bukhari
& Muslim)
Namun, seiring
perjalanan waktu dan budaya serta adat istiadat setempat, mahar bukanlah
sesuatu yg se-sederhana dan se-simple seperti jaman dulu. Bahkan, konon mahar
Muhammad (beliau belum menjadi Rasul dan Nabi) saat melamar Siti Khadijah pun
tidaklah sesimple dan sesederhana yg beliau ajarkan dan sampaikan sebagaimana
referensi2 di atas. Hewan unta sebanyak 100 ekor (dari referensi lain 20 ekor
unta) diserahkan Muhammad untuk mempersunting dan menikahi Siti Khadijah.
Saya sendiri sempat
tersenyum ketika ada yg mengatakan bahwa 100 (atau 20) ekor unta itu mahar
Rasululloh SAW yg mesti diteladani. Dalam artian, mahar mestilah harta yg
banyak. Mengapa saya tersenyum? Pertama, karena seperti saya tulis di atas,
saat Rasululloh SAW menikahi Siti Khadijah, beliau BELUM menjadi Rasul dan
Nabi. Dengan demikian, mahar beliau BUKAN KEWAJIBAN (ataupun sunnah) yg mesti
diikuti. Kedua, Rasululloh SAW sendiri sudah memberikan referensi ttg kriteria
mahar sebagaimana saya tulis di atas.
Meski demikian, saya
tetap menghormati para (calon) pengantin pria yg hendak memberikan mahar yg
nilainya banyak kepada istrinya.
Yang mesti
diperhatikan adalah:
1. Mahar = hak istri. Apabila maharnya berbentuk harta, suami tidak boleh (dilarang) menggunakan mahar tanpa persetujuan istrinya. Kecuali mahar berbentuk sajadah atau Al Quran, suami boleh2 saja menggunakan untuk sholat atau membaca Quran.
1. Mahar = hak istri. Apabila maharnya berbentuk harta, suami tidak boleh (dilarang) menggunakan mahar tanpa persetujuan istrinya. Kecuali mahar berbentuk sajadah atau Al Quran, suami boleh2 saja menggunakan untuk sholat atau membaca Quran.
2. Apabila suami
istri bercerai dikarenakan tuntutan perceraian dari sang istri, maka istri mesti
mengembalikan mahar yg pernah dia terima.
Rasulullah SAW bersabda,”Bahwa ketika istri Tsabit bin Qais Al-Anshari r.a menyatakan tidak bisa melanjutkan rumah tangga dengannya karena tidak mencintainya, dan ia bersedia menyerahkan kembali kebun kepadanya yang dulu dijadikan sebagai mahar pernikahannya. Beliau menyuruh Tsabit untuk menceraikannya, maka Tsabit pun melaksanakannya.” (HR. AL-BUKHARI).
Rasulullah SAW bersabda,”Bahwa ketika istri Tsabit bin Qais Al-Anshari r.a menyatakan tidak bisa melanjutkan rumah tangga dengannya karena tidak mencintainya, dan ia bersedia menyerahkan kembali kebun kepadanya yang dulu dijadikan sebagai mahar pernikahannya. Beliau menyuruh Tsabit untuk menceraikannya, maka Tsabit pun melaksanakannya.” (HR. AL-BUKHARI).
3. Besaran mahar bisa
disepakati (calon) pengantin pria dan (calon) pengantin perempuan. Intinya yg
bisa dipenuhi oleh cp pria namun mengangkat harga diri dan harkat martabat cp
perempuan.
4. Mahar JANGAN
dijadikan beban atau alasan untuk menunda pernikahan (seperti halnya resepsi).
5. Saya pernah
menemui berita mengenai mahar seorang perempuan = perusahaan dan harta benda yg
cukup besar. Mahar ini digunakan untuk berbisnis dan mengembangkan usahanya.
Semoga berguna.
No comments:
Post a Comment